Selasa, 16 April 2013

Secuil Tentangmu

Hari ini, aku mulai melangkahkan hatiku di batas waktu jejaring sosialmu.


Sempat merasa aneh. Saat aku mulai membaca kata demi kata yang tercipta dari jemarimu dan aku saangat tau bahwa itu bukan; untuk(ku).

Masih teringgat dengan jelas, gambaran hati berwana pucat kelabu semakin pekat karna cemburu. Bukankah ini konyol? Karna kamu, bukan milik(ku).

Lelaki tinggi dengan kulit gelap, namun tak tentandingi dengan pelukanmu yang hangat. Bukannya aku tak mau mengakui, ataupun aku menghindari emansipasi.

Sayang, katanya kamu sayang. Tapi kenapa kamu tak pernah mengungkapkan? Maaf. Bukannya aku menantang, tapi hanya ingin menghilangkan sekat ketidak pastian.

Bukan karna aku yang selalu mencari alasan, ataupun aku membawa-bawa perbedaan. Tapi sayang, ini sungguh kenyataan. Hati ini akan sulit diperjuangkan.

Jangan buru-buru pergi, kenali aku lebih dalam lagi. Bantu aku merapikan semua ini, menata hati yang tak kujung rapi. Dan sembuhkanlah luka ini.

Tidak bermaksud untuk menjauhimu, hanya ingin tau apakah aku cuma satu.

Senin, 18 Maret 2013

Tunggu


Bukankah kau sebuah jawaban?
Jawaban dari segala gundah relung jiwaku.
Apa aku bersalah?
Salah dalam kedinginan menyapamu.

Kau bukan mereka!
Karna kau hanya satu dirumah cintaku..
Hiraukan atas segala perkara ucap.
Karna aku tak pandai berucap..

Seperti patung yang menanggis diguyur hujan.
Kau seorang yang lihai penuh pesona.

Tapi aku tak paham..
Bahwa engkau sangat mudah merubah perasaanku.
Dari biru menjadi merah.
Dari bahasa menjadi sentuhan.

Dan tunggu sejenak.
Bukannya aku tak mau..
Tetapi, aku binggung tuk jalani semua ini.

Tenggoklah jantungku.
Bukankah ada kamu didalamnya?
Ketuklah pikiranku.
Bukankah hanya ada kamu dibayangannya?

Jangan begitu cepat.
Sederhanakan langkahmu.
Temanilah aku menari dan bernyanyi.
Dengarkan setiap nada minor yang bersembah di tangganku.

Kalau bukan untukmu, Siapa Lagi?

Sedikit demi sedikit.
Perlahan demi perlahan.
Apa yang bisa ku benahi, sayang?

Janganlah pergi..
Duduklah disampingku.
Menunggu fajar kian menghempas.

Ini sebuah permohonan bukan penawaran.

Menemaniku dengan sekarung kesungguhan,
bukan kebimbangan.
Kapan kau bisa menyadari siapa aku?

Ku mau tak satupun, tak siapapun dan apapun mengganggu keistimewaan ini; keistimewaan kita.

Apakah ini harus selesai percuma?
Tunggu.